Kamis, 12 April 2012

Pemira yang Basi dan Tidak Menarik


Oleh: Bela Jannahti
Mahasiswa Semester IV Jurusan Teknik Mesin

Sebelumnya saya ingin mengucapkan selamat kepada presma dan wapresma kita yang baru saja terpilih, serta kepada seluruh ketua ormawa yang baru saja menggantikan ketua sebelumnya dalam kepengurusan. Regenerasi memang telah menjadi kebutuhan setiap lembaga untuk menjaga keberlangsungannya. Dan ketua, pimpinan tertinggi dari suatu lembaga atau organisasi, menjadi sesuatu yang amat vital dalam proses regenerasi tersebut. Tak heran apabila masa penentuan ketua turut menentukan akan dibawa kemana organisasi atau lembaga tersebut.
Baru beberapa hari yang lalu pun kita mengadakan pemilihan umum raya, yaitu pesta demokrasi untuk memilih pemimpin baru kita. Pesta demokrasi tersebut seharusnya diikuti oleh seluruh rakyat yang dalam konteks ini berarti mahasiswa. Namun realitasnya, apresiasi dari mahasiswa masih jauh dari maksimal. Entah strategi kegiatan yang kurang mengena, atau memang target strategi yang apatis, cenderung tak mau tahu tentang urusan macam itu. Mahasiswa yang saya maksud disini adalah mahasiswa Politeknik Negeri Semarang secara umum, tak hanya punggawa ormawa-ormawa namun juga mahasiswa yang tak terikat organisasi manapun.
Seperti terlihat di Kantin Tata Niaga, 5 April 2012 pukul 14.00 saat diadakan kampanye dialog terbuka capresma dan cawapresma. Sebelum acara inti, terlebih dahulu diadakan perkenalan calon anggota Badan Perwakilan Mahasiswa. Perkenalan ini bagi saya sama sekali tidak menarik. Sebagian besar kandidat yang mengenalkan diri hanya berorientasi pada lembaganya sendiri, menge-sampingkan fungsi utama BPM yang sebagai badan perwakilan mahasiswa. Pada saat membacakan misi kedepan, belum ada yang memberikan contoh konkrit, masih terlalu abstrak dan di angan-angan. Serta belum ada kandidat yang inovatif dan memiliki cara pandang baru, termasuk caranya berkampanye dan menarik minat calon pemilih. Basi.
Saat-saat yang menarik malah saya temukan saat para kandidat diminta merundingkan suatu permasalahan yang diajukan oleh peserta. Melihat  para kandidat, berunding, mengingatkan saya pada briefing strategi yang dilakukan tim sepakbola sebelum mulai bermain. Panitia penyelenggara terlalu mudah digiring penonton yang hadir.
Pukul 16.00 baru dimulai dialog antar capres dan cawapres, satu jam lebih lambat dari yang semula dijadwalkan, yaitu pukul 15.00. Para kandidat tersebut menyatakan bahwa tepat waktu merupakan keharusan, namun mereka pula yang membuat acara tersebut mundur satu jam, karena menunggu peserta (kandidat anggota BPM) yang belum hadir.
Pada awal-awal dialog capresma dan cawapresma, suasana begitu membosankan dan kurang menarik. Sebelas duabelas dengan pertanyaannya yang klasik, jawaban yang diberikan pun juga merupakan jawaban klasik yang itu-itu saja.
Suasana semakin memanas ketika semakin sore dimana  muncul pertanyaan-pertanyaan yang saya lihat cukup membuat para calon berpikir.  Salah satu pertanyaan yang cukup menarik adalah permintaan salah satu penonton kepada para calon untuk menyebutkan sepuluh permasalahan yang ada di Polines. Saya terkesan, karena dari jawaban mereka akan mengungkap atensi mereka ter-hadap kampus yang akan mereka pimpin.
Sebagai penutup adalah permintaan dari salah satu penonton kepada masing-masing pasangan untuk menganalisis dan menanggapi atau mengkritik visi dan misi dari pasangan lain. Dari situ, timbul perdebatan yang cukup panas dan memakan waktu. Dialog benar-benar hidup saat itu.
Mungkin memang diperlukan suatu pancingan untuk menghidupkan kegiatan seperti itu, dialog, debat, diksusi, dan sebagainya. Yang amat disayangkan, pancingan tersebut belum mengena ke mahasiswa umum yang bukan anggota ormawa. Harapannya, kepengurusan tahun depan bisa meningkatkan apresiasi para mahasiswa untuk lebih aktif dalam pesta demokrasi ini. Dalam setiap regenerasi memang diharapkan hal itu, keadaan yang lebih baik dari keadaan kemarin dan semakin baik kedepannya. Semoga saja kita tak menjadi generasi yang merugi.

0 komentar:

Posting Komentar