Polines,
DIMENSI (13/04) - The Test of English as a Foreign Language (TOEFL) merupakan
salah satu cara untuk mengetahui tingkat profisiensi Bahasa Inggris mahasiswa.
Sesuai surat keputusan dari pusat yang berlaku mulai kelulusan 2009, mahasiswa
diwajib lulus tes TOEFL sesuai skor yang ditentukan tiap prodinya. Tes tersebut
diperuntukkan bagi mahasiswa tingkat akhir (angkatan 2009), dengan biaya Rp 30
ribu untuk dua kali tes karena belum tersedianya dana dari pusat. Sedangkan jika mengulang, harus membayar Rp
30 ribu lagi untuk dua kali tes dan untuk selanjutnya hanya Rp 10 ribu untuk
tiap tesnya. Harga tersebut sudah sangat murah jika diban-dingkan biaya tes di
lembaga luar institusi yang berkisar Rp
180 ribu.
Pihak pusat
sebenarnya menghendaki TOEFL berbasis Institutional Testing Program (ITP)
dengan biaya tes swadana sebesar Rp 300 ribu. Namun mengingat tes TOEFL bagi
mahasiswa angkatan 2009, untuk mencapai kelulusan harus mengulang beberapa kali
tes. Sehingga untuk angkatan 2010 keatas dipersiapkan dengan mengadakan
pelatihan.
Pelatihan ini
diadakan setiap Sabtu selama tiga minggu, sejak pukul 08.00-13.00 WIB. Pelatihan tersebut diperuntukkan bagi
mahasiswa tingkat awal dan menengah dan program tersebut baru dimulai tahun
ini. Pihak UPT Bahasa sendiri dilarang memungut dana dari mahasiswa, namun
karena dana yang turun dari pusat minim, pihak UPT mengambil solusi dengan
mengadakan pelatihan gratis dan hanya mengganti biaya modul, CD, dan post test
sebesar Rp 50 ribu. Post test itu sendiri bertujuan untuk memberikan prediksi
terhadap masing-masing mahasiswa sebelum benar-benar menghadapi ITP-TOEFL
nantinya.
Maksimal
ketidakhadiran pelatihan adalah satu kali, selebihnya akan dikenakan Surat
Peringatan (SP) dari kampus dan mengganti biaya pelatihan sebesar Rp 150 ribu.
“Dana dispensasi akan digunakan untuk biaya operasional, mengurangi biaya test,
atau diakumulasikan. Yang jelas nanti akan kembali lagi ke mahasiswa, entah itu
untuk adik angkatan atau dipergunakan saat kelulusan,” ungkap Vera,
Administrator UPT Bahasa .
Tentor yang
diberdayakan dalam training tersebut me-rupakan dosen Bahasa Inggris dari
masing-masing jurusan. Namun seperti yang dikeluhkan salah seorang maha-siswa
Jurusan Elektro yang tidak mau disebut namanya, menyatakan bahwa dalam
penyampaian materi kurang memuaskan.
“Karena ini
short course, kendalanya menyesuaikan skills yang ada di TOEFL bisa tercakup
semua. Keterbatasan tenaga pengajar juga, kalau ada yang tidak bisa hadir susah
mencari gantinya. Lalu kendala lagi untuk memperbanyak modul dan kaset CD untuk
300 mahasiswa setiap sesinya.” ungkap Sasongko, dosen Bahasa Inggris Elektro.
Ujian ITP
dirancang agar dapat menjadi ukuran keahlian seseorang dalam berbahasa Inggris,
tetapi bukan untuk me-nilai kecerdasan akademis. Sedangkan apabila mahasiswa
menginginkan sertifikat hasil TOEFL tersebut, dikenakan biaya sebesar Rp 5 ribu
untuk setiap mahasiswa.
Sri Wahyuni
selaku Sekre-taris UPT Bahasa menyatakan bila skor ITP TOEFL kini tidak hanya
diperlukan di dalam lingkungan akademis, tapi juga di beberapa instansi kerja
swasta dan negeri baik di dalam dan di luar negeri sebagai prasyarat bagi para
pelamar kerja maupun untuk kenaikan jabatan atau promosi.
Berbeda dengan tes yang
dilaksanakan oleh tingkat akhir sekarang ini. Sri Wahyuni mengatakan bahwa tes
tersebut hanyalah prediction test dan sebenarnya tidak sah jika dilabeli TOEFL.
Walaupun tes tersebut hanya merupakan prediction test, tetap dapat digunakan
untuk prasyarat mendaftar pekerjaan maupun universitas selama tidak ke luar
negeri.[Shofi,Septi]