This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 23 April 2012

Short Course of TOEFL


Polines, DIMENSI (13/04) - The Test of English as a Foreign Language (TOEFL) merupakan salah satu cara untuk mengetahui tingkat profisiensi Bahasa Inggris mahasiswa. Sesuai surat keputusan dari pusat yang berlaku mulai kelulusan 2009, mahasiswa diwajib lulus tes TOEFL sesuai skor yang ditentukan tiap prodinya. Tes tersebut diperuntukkan bagi mahasiswa tingkat akhir (angkatan 2009), dengan biaya Rp 30 ribu untuk dua kali tes karena belum tersedianya dana dari pusat.  Sedangkan jika mengulang, harus membayar Rp 30 ribu lagi untuk dua kali tes dan untuk selanjutnya hanya Rp 10 ribu untuk tiap tesnya. Harga tersebut sudah sangat murah jika diban-dingkan biaya tes di lembaga luar institusi yang berkisar  Rp 180 ribu.
Pihak pusat sebenarnya menghendaki TOEFL berbasis Institutional Testing Program (ITP) dengan biaya tes swadana sebesar Rp 300 ribu. Namun mengingat tes TOEFL bagi mahasiswa angkatan 2009, untuk mencapai kelulusan harus mengulang beberapa kali tes. Sehingga untuk angkatan 2010 keatas dipersiapkan dengan mengadakan pelatihan.
Pelatihan ini diadakan setiap Sabtu selama tiga minggu, sejak pukul 08.00-13.00 WIB.  Pelatihan tersebut diperuntukkan bagi mahasiswa tingkat awal dan menengah dan program tersebut baru dimulai tahun ini. Pihak UPT Bahasa sendiri dilarang memungut dana dari mahasiswa, namun karena dana yang turun dari pusat minim, pihak UPT mengambil solusi dengan mengadakan pelatihan gratis dan hanya mengganti biaya modul, CD, dan post test sebesar Rp 50 ribu. Post test itu sendiri bertujuan untuk memberikan prediksi terhadap masing-masing mahasiswa sebelum benar-benar menghadapi ITP-TOEFL nantinya.
Maksimal ketidakhadiran pelatihan adalah satu kali, selebihnya akan dikenakan Surat Peringatan (SP) dari kampus dan mengganti biaya pelatihan sebesar Rp 150 ribu. “Dana dispensasi akan digunakan untuk biaya operasional, mengurangi biaya test, atau diakumulasikan. Yang jelas nanti akan kembali lagi ke mahasiswa, entah itu untuk adik angkatan atau dipergunakan saat kelulusan,” ungkap Vera, Administrator UPT Bahasa .
Tentor yang diberdayakan dalam training tersebut me-rupakan dosen Bahasa Inggris dari masing-masing jurusan. Namun seperti yang dikeluhkan salah seorang maha-siswa Jurusan Elektro yang tidak mau disebut namanya, menyatakan bahwa dalam penyampaian materi kurang memuaskan.
“Karena ini short course, kendalanya menyesuaikan skills yang ada di TOEFL bisa tercakup semua. Keterbatasan tenaga pengajar juga, kalau ada yang tidak bisa hadir susah mencari gantinya. Lalu kendala lagi untuk memperbanyak modul dan kaset CD untuk 300 mahasiswa setiap sesinya.” ungkap Sasongko, dosen Bahasa Inggris Elektro.
Ujian ITP dirancang agar dapat menjadi ukuran keahlian seseorang dalam berbahasa Inggris, tetapi bukan untuk me-nilai kecerdasan akademis. Sedangkan apabila mahasiswa menginginkan sertifikat hasil TOEFL tersebut, dikenakan biaya sebesar Rp 5 ribu untuk setiap mahasiswa.
Sri Wahyuni selaku Sekre-taris UPT Bahasa menyatakan bila skor ITP TOEFL kini tidak hanya diperlukan di dalam lingkungan akademis, tapi juga di beberapa instansi kerja swasta dan negeri baik di dalam dan di luar negeri sebagai prasyarat bagi para pelamar kerja maupun untuk kenaikan jabatan atau promosi.
Berbeda dengan tes yang dilaksanakan oleh tingkat akhir sekarang ini. Sri Wahyuni mengatakan bahwa tes tersebut hanyalah prediction test dan sebenarnya tidak sah jika dilabeli TOEFL. Walaupun tes tersebut hanya merupakan prediction test, tetap dapat digunakan untuk prasyarat mendaftar pekerjaan maupun universitas selama tidak ke luar negeri.[Shofi,Septi]

Gambaran Kepemimpinan Masa Sekarang


Oleh :
Nur Kholis
Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Semester VI
Bulan ini mungkin menjadi bulan yang sibuk bagi masing-masing ormawa dalam  mem-persiapkan pergantian ketua untuk formasi kepemimpinan ditahun berikutnya. Pamflet berisi foto calon ketua beserta visi dan misi dari masing-masing calon, berisikan janji-janji untuk meyakinkan mahasiswa sebagai para pemegang hak pilih untuk memberikan suara mereka. Pamflet-pamflet tersebut mulai akrab dipandang di berbagai papan peng-umuman.
                Berbeda dengan para anggota ormawa yang ikut terjun langsung untuk kepengurusan ormawa, mereka tidak ada masalah dalam menilai dan memilih, siapa nanti yang akan menjadi ketua periode selanjutnya. Namun statement tersebut tidak ber-laku bagi mahasiswa umum yang notabenya tidak ikut terlibat dalam kepengurusan. Tentunya akan sangat berbeda bagi mahasiswa non ormawa untuk menentukan pilihan yang tepat, karena mereka hanya bisa memilih dan jika tidak memilih  dianggap golput.
“Membeli kucing dalam karung”, mungkin ungkapan tersebut cocok untuk menggambarkan situasi sekarang karena dari masing-masing calon ketua, kita hanya tahu wajah mereka dari pamflet yang ditempelkan beberapa hari sebelum pemilihan. Dan pada saat waktu pemilihan,  tiba-tiba kita disodorkan kertas suara untuk memilih para calon. Pemikiran lain mulai muncul, “saya ingin golput, saya tidak tahu mereka, tidak tahu siapa mereka dan lagi pula golput itu juga pilihan”. Tapi sebuah sistem menuntut kita harus memilih.
                Belum lagi masalah visi-misi yang mereka paparkan dan janji yang mereka tuturkan saat kampanye, apakah ada jaminan mereka akan merealisasikan itu?  Serta tujuan dari calon itu sendiri, yang menjadi pertanyaan apakah mereka itu mencalonkan diri atas inisiatif sendiri atau karena ada tujuan dari kelompok lain dibelakang bakal ketua itu? Dan yang disayangkan setelah itu adalah tak terlihatnya calon ketua terpilih setelah berhasil memenangkan persaingan tersebut. Itulah yang menimbulkan rasa kecewa karena terkadang kita tidak merasa adanya perubahan saat ketua terpilih telah menjabat.
                Kita dapat lihat di Indonesia, untuk tahun-tahun terakhir ini banyak kekecewaan yang timbul dengan kepemimpinan pemeritah pusat. Kasus korupsi yang belum terselesaikan sehingga me-nambah banyak daftar kasus korupsi yang tidak terungkap. Sampai isu BBM akan naik yang menimbulkan kerusuhan karena protes dan demo masyarakat sampai mahasiswa dari berbagai penjuru merupakan pemandangan yang kita lihat setiap hari. Itulah ke-pemimpinan yang terlahir dari pemungutan suara, dari pamflet-pamflet yang ter-tempel, dari jargon-jargon yang diteriakan, dan dari janji-janji yang diucapkan. Pertanyaan yang simpel, kalau sistem tersebut kurang efektif digunakan dan hanya menimbulkan kekecewaan dari para pemilih. Kenapa di kampus kita masih menggunakan sitem tersebut?

Kamis, 12 April 2012

Selisih 54 Suara Menjadi Penentu Kemenangan


Polines,DIMENSI - (10/04) Puncak dari serangkaian Pemilu Raya (Pemira) hari Selasa (10/4) telah menghasilkan keputusan yakni terpilihnya pasangan Reza-Anto sebagai Presma-Wapresma periode 2012-2013 dengan perolehan 869 suara. Di peringkat kedua, tampak pasangan Ilzam-Fadhlan memperoleh sebanyak 815 suara dan peringkat ketiga diduduki oleh pasangan Dedy-Rizky dengan 545 suara. 
Persaingan untuk menduduki kursi Presma - Wapresma pada tahun ini terlihat lebih ketat dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan jumlah calon bertambah dan setiap calon berpasangan dengan jurusan yang berbeda. Seperti pasangan Reza-Anto, dimana Reza berasal dari Jurusan Akuntansi, dan Anto dari Jurusan Teknik Sipil. 
Mengenai banyaknya golput dan surat suara rusak yang masih banyak, Ketua Komisi Pemilu Raya (KPR), Alfin Kurniawan Azizi menyatakan bahwa mereka yang golput belum menyadari manfaat, peran serta fungsi BEM dan BPM. Sedangkan untuk kerusakan kartu suara disebabkan oleh cara pencontrengan yang salah. Seperti salah satu surat suara yang terdiri dari 3 foto pasangan kandidat, di contreng ketiganya sehingga dianggap tidak sah. Ketua KPR juga menyatakan apabila terjadi  human error dari KPR yakni kelalaian pengecapan kartu suara. 
Ia berharap agar semua kandidat terpilih dapat merangkul semua mahasiswa, karena mereka dipilih langsung oleh mahasiswa Polines. Muh. Reza Aji Perdana selaku Presiden Mahasiswa terpilih berharap agar dirinya dapat menjalankan amanah, menuntaskan visi dan misi, membawa perubahan ke BEM dan membawa Polines ke arah yang lebih baik.” [ika]

Pemira yang Basi dan Tidak Menarik


Oleh: Bela Jannahti
Mahasiswa Semester IV Jurusan Teknik Mesin

Sebelumnya saya ingin mengucapkan selamat kepada presma dan wapresma kita yang baru saja terpilih, serta kepada seluruh ketua ormawa yang baru saja menggantikan ketua sebelumnya dalam kepengurusan. Regenerasi memang telah menjadi kebutuhan setiap lembaga untuk menjaga keberlangsungannya. Dan ketua, pimpinan tertinggi dari suatu lembaga atau organisasi, menjadi sesuatu yang amat vital dalam proses regenerasi tersebut. Tak heran apabila masa penentuan ketua turut menentukan akan dibawa kemana organisasi atau lembaga tersebut.
Baru beberapa hari yang lalu pun kita mengadakan pemilihan umum raya, yaitu pesta demokrasi untuk memilih pemimpin baru kita. Pesta demokrasi tersebut seharusnya diikuti oleh seluruh rakyat yang dalam konteks ini berarti mahasiswa. Namun realitasnya, apresiasi dari mahasiswa masih jauh dari maksimal. Entah strategi kegiatan yang kurang mengena, atau memang target strategi yang apatis, cenderung tak mau tahu tentang urusan macam itu. Mahasiswa yang saya maksud disini adalah mahasiswa Politeknik Negeri Semarang secara umum, tak hanya punggawa ormawa-ormawa namun juga mahasiswa yang tak terikat organisasi manapun.
Seperti terlihat di Kantin Tata Niaga, 5 April 2012 pukul 14.00 saat diadakan kampanye dialog terbuka capresma dan cawapresma. Sebelum acara inti, terlebih dahulu diadakan perkenalan calon anggota Badan Perwakilan Mahasiswa. Perkenalan ini bagi saya sama sekali tidak menarik. Sebagian besar kandidat yang mengenalkan diri hanya berorientasi pada lembaganya sendiri, menge-sampingkan fungsi utama BPM yang sebagai badan perwakilan mahasiswa. Pada saat membacakan misi kedepan, belum ada yang memberikan contoh konkrit, masih terlalu abstrak dan di angan-angan. Serta belum ada kandidat yang inovatif dan memiliki cara pandang baru, termasuk caranya berkampanye dan menarik minat calon pemilih. Basi.
Saat-saat yang menarik malah saya temukan saat para kandidat diminta merundingkan suatu permasalahan yang diajukan oleh peserta. Melihat  para kandidat, berunding, mengingatkan saya pada briefing strategi yang dilakukan tim sepakbola sebelum mulai bermain. Panitia penyelenggara terlalu mudah digiring penonton yang hadir.
Pukul 16.00 baru dimulai dialog antar capres dan cawapres, satu jam lebih lambat dari yang semula dijadwalkan, yaitu pukul 15.00. Para kandidat tersebut menyatakan bahwa tepat waktu merupakan keharusan, namun mereka pula yang membuat acara tersebut mundur satu jam, karena menunggu peserta (kandidat anggota BPM) yang belum hadir.
Pada awal-awal dialog capresma dan cawapresma, suasana begitu membosankan dan kurang menarik. Sebelas duabelas dengan pertanyaannya yang klasik, jawaban yang diberikan pun juga merupakan jawaban klasik yang itu-itu saja.
Suasana semakin memanas ketika semakin sore dimana  muncul pertanyaan-pertanyaan yang saya lihat cukup membuat para calon berpikir.  Salah satu pertanyaan yang cukup menarik adalah permintaan salah satu penonton kepada para calon untuk menyebutkan sepuluh permasalahan yang ada di Polines. Saya terkesan, karena dari jawaban mereka akan mengungkap atensi mereka ter-hadap kampus yang akan mereka pimpin.
Sebagai penutup adalah permintaan dari salah satu penonton kepada masing-masing pasangan untuk menganalisis dan menanggapi atau mengkritik visi dan misi dari pasangan lain. Dari situ, timbul perdebatan yang cukup panas dan memakan waktu. Dialog benar-benar hidup saat itu.
Mungkin memang diperlukan suatu pancingan untuk menghidupkan kegiatan seperti itu, dialog, debat, diksusi, dan sebagainya. Yang amat disayangkan, pancingan tersebut belum mengena ke mahasiswa umum yang bukan anggota ormawa. Harapannya, kepengurusan tahun depan bisa meningkatkan apresiasi para mahasiswa untuk lebih aktif dalam pesta demokrasi ini. Dalam setiap regenerasi memang diharapkan hal itu, keadaan yang lebih baik dari keadaan kemarin dan semakin baik kedepannya. Semoga saja kita tak menjadi generasi yang merugi.

Kelanjutan Nasib Alat – Alat Hasil TA


Polines, DIMENSI - (05/04)  Polines yang memiliki lima Jurusan, setiap tahunnya akan kebanjiran oleh berbagai produk hasil karya TA mahasiswanya. Salah satunya adalah karya dari jurusan Teknik Mesin yang  mencapai 60 buah/ tahun.
Ketua gudang Jurusan Teknik Mesin, Sunarto menu-turkan bahwa alat-alat hasil TA tersebut disimpan di gudang perawatan. Selain itu, sebagian dari alat tersebut difungsikan untuk proses perkuliahan di Jurusan Teknik Mesin. Salah satunya adalah mesin poles yang berfungsi untuk menghaluskan permukaan material yang akan dipakai untuk praktek.
Namun, Sunarto tidak dapat memastikan mengenai berapa banyak jumlah alat yang dapat difungsikan. “Hasil TA mahasiswa Jurusan Tehnik Mesin yang kebanyakan dapat difungsikan di lab jurusan adalah sistem hidrolik,” ujar Sunarto. Namun sebagian hasil TA juga dibongkar karena tidak dapat difungsikan. Beliau juga memaparkan bahwa hasil TA di tahun sebelumnya dapat digunakan kembali  sebagai bahan TA tahun berikutnya, namun harus berdasarkan rekomendasi dari pembimbing.
Menanggapi mengenai nasib alat hasil TA, Cynthia salah satu Mahasiswi KE 3D menyatakan, “Sebenarnya eman-eman juga, secara bikinya kudu beli alat-alat yang mahal juga. Menghabiskan waktu juga, jadi eman-eman kalo cuma dianggurin.  Mungkin bisa dipakai untuk praktek adik kelas saja.”
Prestasi tercetak pada tahun 2010 yakni hasil TA mahasiswa prodi Mesin berupa mesin perajang sampah, mampu menarik perhatian sebuah perusahaan.  Dimana perusahaan tersebut  menginginkan agar alat tersebut di produksi  untuk perusahaanya. Selain itu, di tahun 2010, Badan Pemberdayaan Masyarakat (Baper-mas) melirik hasil TA dan memesan sebuah mesin Mikrohidrolik. “Setiap tahun kita juga memamerkan hasil TA unggulan mahasiswa jurusan Teknik Mesin saat acara Dies Natali Polines ketika peneri-maan mahasiswa baru,” ujar   Sunarto.
Salah satu Mahasiswa tingkat III Jurusan Teknik Mesin yang enggan disebutkan namanya juga menuturkan bahwa ia tidak mengetahui mengenai hasil TA yang tiap tahunnya dipesan oleh pihak luar. “Saya berharap agar alat tersebut sebaiknya di rawat dengan baik,” tutup mahasiswa tersebut. [ninda, rth]

Audiensi Berujung Debat


Polines, DIMENSI - (05/04)  Kampanye terbuka yang diadakan di Kantin Tata Niaga, benar-benar menguji kesiapan calon presiden dan wakil presiden mahasiswa. Mengawali acara, ketiga pasangan capresma dan cawapresma menyebutkan visi dan misi masing-masing. Salah satu pasangan bahkan secara lantang menyatakan bahwa 100% telah siap untuk menjadi presiden mahasiswa. Namun saat inti acara berlangsung yakni sesi debat dengan audients yang merupakan perwakilan ormawa, ketiga pasangan terlihat ragu-ragu dalam menjawab pertanyaan.
Suasana semakin memanas ketika audients merasa belum puas dengan jawaban yang diberikan oleh para kandidat. Terbatasnya waktu untuk menjawab yang disediakan panitia, membuat kandidat tidak dapat menyempurnakan jawaban, bahkan terkesan belum mengena pada apa yang ditanyakan.
Jumlah penanya yang diba-tasi oleh panitia semakin membuat audient kesal. Hingga akhirnya empat penannya sekaligus meluncurkan pertanyaan yang semakin membuat para kandidat kebingungan. Salah satu pertanyaannya adalah mengenai 10 permasalahan yang sekarang ini dihadapi di Polines.
Disini mental para kandidat benar-benar diuji.  Muchlisin, presiden mahasiswa pun berteriak, “Ayo, kita butuh waktu cepat di sini!”  Namun, bukannya bergegas menjawab, para calon nampak masih berunding. “Saya tidak perlu memilih siapa dulu yang harus menjawab, siapa yang lebih siap untuk menjadi Presiden Mahasiswa yang akan berani untuk menjawab terlebih dahulu,” ujar komandan KSR saat moderator memintanya untuk memilih pasangan mana yang harus menjawab terlebih dahulu.
“Baru menjawab pertanyaan saja belum bisa cepat dan menghargai waktu, bagaimana nantinya ketika mereka harus menghadapi masalah-masalah yang lebih berat setelah menjadi Presma?” ujar salah seorang audient.
Suasana semakin memanas ketika ketiga pasangan diminta saling adu visi dan misi. Di sesi ini terlihat karakter masing-masing kandidat. Ada yang ter-lihat tenang, namun ada juga yang terlihat membara dan emosi dalam debat ini.
“Menurutku dialog ini sangat efektif, sekarang kita tahu kalau capresma tidak siap dengan suara rakyat yang datang secara beruntun,” ujar Eky salah satu audient kampanye debat terbuka. [vitri, niar]

Minggu, 08 April 2012

BEM ??


 Arif Rosyadi A
Teknik Elektro Semester 6

Dramatis, kata itu yang bisa saya ungkapkan untuk mewakili proses awal pencalonan presiden dan wakil presiden BEM. Posisi yang seharusnya cukup prestis di mata mahasiswa pada umumnya. Namun apakah hal ini sesuai denga fakta yang ada? Bagi saya yang bukan bagian dari kepengurusan BEM, sering kali bertanya apa sebenarnya itu BEM? apa fungsi mereka? Jauh sebelumnya ketika saya masih duduk di bangku sekolah, yang tergambar dari BEM adalah sekelompok mahasiswa yang aktif membuat forum-forum diskusi sosial dan politik yang isinya membahas permasalahan bangsa, mencari solusi dan merealisasikannya. Namun gambaran itu kini lenyap dengan realita yang saya lihat sekarang, tak ada yang namanya forum diskusi sosial politik mahasiswa, tidak ada yang bersuara lantang mengomentari kenaikan harga BBM per 1 April 2012.  Mungkin itu terjadi karena kita tenggelam dalam tugas-tugas akademik dan padatnya aktifitas perkuliahan Polines yang terkenal sukses membentuk Tenaga Ahli berkualitas bagi dunia industri.
“Orientasi kegiatan BEM menurut Garis Besar Haluan Organisasi (GBHO) Polines adalah sebagai badan pelaksana fungsi kontrol terhadap pemerintahan dan kebijakan sosial serta memperjuangkan penyaluran aspirasi mahasiswa dan melakukan kegiatan yang mengangkat nama baik Polines”. Sudahkah itu tercermin?
Ormawa POLINES sungguh kaya dan beraneka ragam mewakili tiap-tiap hasrat hobi dan ketertarikan mahasiswa akan berbagai bidang. Tercatat banyak sekali event skala Jateng-DIY maupun nasional yang diadakan masing-masing UKM maupun HMJ, namun hanya sedikit sekali yang bersinergi dan terintegrasi. Riuh rendah peserta yang ada, terasa mungil dibanding suara canda panitia. Menurut saya, sudah menjadi tugas BEM untuk bisa menjadikan semua keramaian ini menjadi satu, menjadikan micro event ini menjadi mega event. Terkomposisi atas UKM yang berbeda namun punya satu tujuan yang sejauh ini saya anggap sama yakni memperkenalkan Polines pada masya-rakat luas, memberikan citra positif dan nama baik bagi Polines dikancah Regional dan Nasional. Mengutip pernyataan PD 3 yang kurang lebih isinya adalah “Jangan biarkan UKM membuat kita terkotak-kotak”. Untuk bisa mewujudkan itu lembaga yang berwenang perlu keluar dari persembunyiannya, muncul dengan gagah dengan kalimat-kalimatnya yang instruktif. Dengan gagasan-gagasannya yang akan membangunkan mereka yang terlelap. Membongkar paksa kotak itu dan membiarkan isinya saling terhubung dengan kotak-kotak yang lain.
Sebagai salah satu lembaga eksekutif, BEM hendaknya bisa menekan dan mengarahkan UKM, HMJ, maupun mahasiswa untuk bisa menjadi lebih baik, dengan cara turun melihat dan mendengarkan keluhan-keluhan mereka yang ada serta memberikan solusi yang mencerahkan. Sembari menunggu mandatnya dicabut alangkah bijaknya jika kita mengevaluasi kepengurusan yang ada, sudahkah BEM berjalan pada rel yang benar? Sudahkah dia berjalan sebagai mana mestinya? Tidak ada yang sempurna, akan menjadi sangat berharga ketika kita mau mengakui dan berusaha memperbaiki kekurangan yang ada.
Presma yang baru akan segera mengemban tugas, untuk tidak mengekor kekurangan. Ia harus bisa mencontoh segala kebaikkan yang dihasilkan dan membuang jauh-jauh kekurangan yang ada. Demi membawa perubahan dan  kemajuan bagi Polines, baik itu untuk ormawa maupun Mahasiswa secara luas. Dan demi menegakkan kata yang selalu membakar semangat mahasiswa POLINES : “JAYA!” tetap ada dibelakang almamater kita.