Senin, 23 April 2012

Gambaran Kepemimpinan Masa Sekarang


Oleh :
Nur Kholis
Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Semester VI
Bulan ini mungkin menjadi bulan yang sibuk bagi masing-masing ormawa dalam  mem-persiapkan pergantian ketua untuk formasi kepemimpinan ditahun berikutnya. Pamflet berisi foto calon ketua beserta visi dan misi dari masing-masing calon, berisikan janji-janji untuk meyakinkan mahasiswa sebagai para pemegang hak pilih untuk memberikan suara mereka. Pamflet-pamflet tersebut mulai akrab dipandang di berbagai papan peng-umuman.
                Berbeda dengan para anggota ormawa yang ikut terjun langsung untuk kepengurusan ormawa, mereka tidak ada masalah dalam menilai dan memilih, siapa nanti yang akan menjadi ketua periode selanjutnya. Namun statement tersebut tidak ber-laku bagi mahasiswa umum yang notabenya tidak ikut terlibat dalam kepengurusan. Tentunya akan sangat berbeda bagi mahasiswa non ormawa untuk menentukan pilihan yang tepat, karena mereka hanya bisa memilih dan jika tidak memilih  dianggap golput.
“Membeli kucing dalam karung”, mungkin ungkapan tersebut cocok untuk menggambarkan situasi sekarang karena dari masing-masing calon ketua, kita hanya tahu wajah mereka dari pamflet yang ditempelkan beberapa hari sebelum pemilihan. Dan pada saat waktu pemilihan,  tiba-tiba kita disodorkan kertas suara untuk memilih para calon. Pemikiran lain mulai muncul, “saya ingin golput, saya tidak tahu mereka, tidak tahu siapa mereka dan lagi pula golput itu juga pilihan”. Tapi sebuah sistem menuntut kita harus memilih.
                Belum lagi masalah visi-misi yang mereka paparkan dan janji yang mereka tuturkan saat kampanye, apakah ada jaminan mereka akan merealisasikan itu?  Serta tujuan dari calon itu sendiri, yang menjadi pertanyaan apakah mereka itu mencalonkan diri atas inisiatif sendiri atau karena ada tujuan dari kelompok lain dibelakang bakal ketua itu? Dan yang disayangkan setelah itu adalah tak terlihatnya calon ketua terpilih setelah berhasil memenangkan persaingan tersebut. Itulah yang menimbulkan rasa kecewa karena terkadang kita tidak merasa adanya perubahan saat ketua terpilih telah menjabat.
                Kita dapat lihat di Indonesia, untuk tahun-tahun terakhir ini banyak kekecewaan yang timbul dengan kepemimpinan pemeritah pusat. Kasus korupsi yang belum terselesaikan sehingga me-nambah banyak daftar kasus korupsi yang tidak terungkap. Sampai isu BBM akan naik yang menimbulkan kerusuhan karena protes dan demo masyarakat sampai mahasiswa dari berbagai penjuru merupakan pemandangan yang kita lihat setiap hari. Itulah ke-pemimpinan yang terlahir dari pemungutan suara, dari pamflet-pamflet yang ter-tempel, dari jargon-jargon yang diteriakan, dan dari janji-janji yang diucapkan. Pertanyaan yang simpel, kalau sistem tersebut kurang efektif digunakan dan hanya menimbulkan kekecewaan dari para pemilih. Kenapa di kampus kita masih menggunakan sitem tersebut?

0 komentar:

Posting Komentar