Rabu, 11 Mei 2011

DIDIKAN PEGAWAI ALA POLINES (KALAU TIDAK BISA DISEBUT “PEKERJA”)

oleh: Inten Anginekke

Mahasiswi Semester II Jurusan Akuntansi Polines

Tulisan ini terilhami setelah saya menonton sebuah debat calon walikota di sebuah stasiun televisi lokal. Satu per satu calon memaparkan apa visi misi mereka. Salah satu dari calon mengatakan bahwa dia akan meningkatkan potensi kewirausahaan mahasiswa melalui program-program pengembangan kreativitas mahasiswa.

Saya jadi teringat pada program bagi mahasiswa baru di UGM (Universitas Gajah Mada). Beberapa waktu lalu saya bertemu dengan eks teman sekolah yang berkuliah disana. Kami berbicara banyak hal termasuk mengenai sistem perkuliahan dan aktivitas kemahasiswaan. Dia mengatakan bahwa saat ini di UGM telah diterapkan program bagi mahasiswa semester satu untuk merancang sebuah proposal pendirian perusahaan. Kemudian ketika lulus diharapkan proposal tersebut dapat direalisasikan dengan berdirinya suatu bentuk usaha.

Program-program seperti inilah yang kita harapkan ada di kampus kita. Bukan hanya kuliah-kuliah yang berisi bagaimana menjadi pegawai yang baik dan bagaimana dapat lolos dalam seleksi rekruitmen suatu perusahaan. Kita membutuhkan mata kuliah mengenai bagaimana mendirikan sebuah usaha, semangat-semangat kemandirian, dan semangat berfikir kreatif.

Saya berfikir, apakah sistem perkuliahan kita yang delapan jam sehari adalah memang suatu pembiasaan bagi mahasiswa untuk dapat ”tahan” bekerja di suatu perusahaan. Kalau memang begitu, sungguh disayangkan waktu tiga tahun kita yang hanya akan mencetak ”robot-robot” perusahaan. Mahasiswa adalah anak bangsa, dan suatu bangsa membutuhkan masyarakat kreatif yang menjadi komando bagi dirinya sendiri menuju sebuah bangsa yang sukses dan mandiri. Tindakan mandiri seseorang akan dapat dengan mudah muncul dalam lingkungan yang penuh rangsangan, umpan balik dan kritik konstruktif dalam sebuah komunikasi kreatif.

Betapa seorang Robert T. Kiyosaki telah menciptakan sebuah buku luar biasa, ”Rich Dad Poor Dad” yang berisi bagaimana peran besar seorang ayah ”miskin” dan ”kaya” mendidik putranya tentang pandangan-pandangan mengenai kesuksesan. Seperti frame berpikir dan mental yang ditanamkan seorang pendidik, sangatlah penting dalam membentuk kepribadian anak didiknya. Lingkungan dan sistem di sebuah institusi berpengaruh terhadap bagaimana seorang berlabel pelajar memandang apa yang ada di depannya. Jika sejak dini seorang mahasiswa dididik dengan motivasi dan semangat kewirausahaan, ini akan berefek baik sehingga nantinya menjadi insan yang mandiri dan percaya diri dengan ide-idenya.

Saya bersyukur sudah ada program-program dari Dikti seperti PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk berkreasi dan berfikir mandiri. Alangkah baiknya jika program-program semacam ini lebih tersosialisasi dan mendapat perhatian lebih dari institusi.

Kita berharap lulusan kita tidak hanya menjadi orang-orangan sawah yang geraknya disetir oleh orang lain apalagi bangsa lain. Semangat mandiri inilah yang kita harapkan ada pada jiwa kawan-kawan. Lulusan berkualitas yang tidak bergantung pada lowongan-lowongan pekerjaan.

0 komentar:

Posting Komentar